Selasa, 28 Mei 2013

kata - kata


Pembelajaran dari Bapak Henky Kuntarto :
Kata-kata memiliki kekuatan, dan kekuasaan untuk mengatur energi atau arah yang kita pilih dalam hidup kita. Jika kita selalu mengatakan hal-hal baik dan positif, maka hal-hal baik dan (pengalaman) positif yang akan terjadi pada kita. Kata-kata positif memberi kita kesempatan untuk mengalami kehidupan dari sudut pandang positif atau optimis. Sebaliknya, di sisi lain, jika ucapan-ucapan kita berasal dari sisi negatif dan mengatakan hal-hal negatif, maka hal-hal negatif itulah yang akan terjadi pada kita atau kita akan melihat kehidupan sebagai satu masalah besar atau suatu kekecewaan.
Ya!  Kok gw setuju sekali dengan statement tersebut ya... Lebih dari 8 tahun yang lalu gw mulai bener-bener menyadari bahwa "kata-kata" itu memang bisa menjadi doa yang mujarab, senjata yang ampuh!  Kejadian serta pengalaman hidup apa yang jadi tonggak kesadaran ini (milestone), gw lupa... Tapi sejak saat itu, gw mulai membawa setiap kesadaran, pikiran dan doa dalam setiap perkataan yang diucapkan. Mulai berhati-hati dalam berkata-kata. Sekuat hati dan tenaga berusaha selalu mengeluarkan kata-kata yang positif dan menahan kata-kata negatif keluar dari mulut dan terucap.
Jadi sejak itu prinsip gw, "Kata-kata adalah Doa".  Jangankan terlontar dalam ucapan, masih dalam hati dan pikiran aja sudah merupakan doa, sudah bisa mengubah arah energi dan situasi yang terjadi, apalagi jika sudah diucapkan..!?  Pasti lebih dashyat efeknya, karena ada orang lain (dan malaikat) yang mendengar... Energi dari mereka turut mendukung perwujudan setiap kata-kata kita, tanpa disadari sekalipun.  Masih ingetkan salah satu jargon ini, "Mulutmu, harimaumu..!!".
Baik ataupun buruk kata-kata yang terucap, positif atau negatif pikiran dan hati bicara... Hati-hati! Semua dapat terwujud entah seketika saat itu juga, ataupun beberapa waktu kemudian. Hal ini menjadi sangat berarti, ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingat bagaimana respon kita saat sedang jengkel dengan bawahan atau orang suruhan... "Gimana sih, kerja begini aja gak becus, bego banget deh!"  Atau ketika sedang di jalanan ada orang menabrak kita, "Tolol! Mata lo buta ya!? Pake otaknya kalo jalan dong, jangan main asal seruduk aja..!!"  Nah loooh...!? Hiiiyyyy... Sumpah serapah itu menakutkan!  Yang tidak bersangkutan aja gak enak rasa hatinya kalau mendengar hal ini, apalagi dia yang harus menerima kata-kata ini...  Sedih. So, jangan lagi yaa... Semua bisa berubah hanya dengan berkata-kata...
Semoga kita yang dianugerahi akal budi, pikiran dan hati yang baik, senantiasa berkata-kata yang baik pula. Dengan begitu kita memiliki dan berbagi energi yang positif, yang baik... Tuhan memberkati setiap usaha kita.


Kamis, 16 Mei 2013

Om Jatu


my dear little brother

Si bontot dari kita bertiga.  Meskipun kedua kakaknya cewek, tapi dia dijamin cowok banget… yaah, cuma kadang-kadang suka manja-manja gitu deh!  Tapi, jangan diragukan lagi…  Selain baik hati dan tidak sombong, si Om rajin menabung dan tidak merokok!  Hahaha…

Flashback, inget sekitaran tahun 1987-1988… waktu our mommy masih hamil doi…  Saat itu gw masih kelas 2 SD.  Kalau malam sebelum tidur, ibu ngajak gw dan adik –Yani– untuk berdoa.  Setelah itu, ibu pasti ngelus-ngelus perut gendutnya sambil bilang, “Selamat tidur ya, Yohanes..!”  Kyaaaa…!?  Hampir setiap malem ibu begitu.  Gw yang waktu itu masih kecil spontan nanya ke ibu, “Emang adik laki-laki ya? Kok ibu manggil dia Yohanes? Kok ibu tau sih kalo adik itu laki-laki…?  Ibu cuma senyum.

Emang rencana Tuhan yang bekerja, ternyata si adik memang cowok –tulen–.  And you know…  Adik lahir tanggal 24 Juni, tepat pada hari kelahiran Yohanes Pembaptis (yang membaptis Yesus di Sungai Yordan) menurut kalender liturgi Katholik.  It’s so great!  Sampe sekarang gw ga tau, dan ga pernah nanyain ke ibu…  Dulu tuh ibu emang udah cek USG ke dokter kandungan kalau anak yang dikandungnya laki-laki atau cuma harapan ibu pengen punya anak laki atau bagaimana!?  Terus lagi mungkin ibu hitung HPL/perkiraan tanggal melahirkannya kapan…, tapi adik kan dilahirkan normal, emang ibu tau persis mau melahirkan dia ranggal 24 Juni!?  Amazing deh aahh…

Let’s talk about his nameYohanes Jatu Santoso

Seperti yang udah gw ceritain diatas… asal-usulnya nama Yohanes memang datang dari ibu sendiri, dari sejak masih hamil adik.  Yaaah, aku sih menganggapnya itu doa ibu yang dikabulkan Tuhan.  Anaknya udah 2 orang cewek semua, dan ibu kepengen punya anak cowok…  Karena kira-kira tanggal lahirnya deket dengan tanggal perayaan liturgi Yohanes Pembaptis, jadi ibu akan menamai adik Yohanes, kalau emang yang lahir cowok!

Jatu…  Buat gw, nama ini ‘Yogya’ banget…  Emang nama pemberian Eyang Kakung –bokapnya bokap– yang asli wong Ngayogyakarta!  Jatu kependekan dari “Dorodjatun“, nama kecil Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yakni Bendoro Raden Mas Dorodjatun.  Sepertinya Eyangkung ingin menanamkan identitas itu, bahwasannya kita adalah keluarga Yogyakarta.  Tepatnya masih ada silsilah dari kesultanan HB III.  Gw inget dulu Eyangkung suka gambarin gw pohon keluarga, silsilah keluarga…  Di situ ada nama-nama Raden Mas Surojo (Sri Sultan HB III), Raden Mas Ontowiryo (Pangeran Diponegoro), Bandung Bondowoso, dll. termasuk RM Hardjowasito (eyang buyut gw), R Suparman (eyangkung gw) dan R Wasisto Rahardjo (bokap gw).  Arti dari nama Dorodjatun menurut nalar dan imajinasi Jawa adalah harapan agar si anak kelak memiliki derajat tinggi, cakap dalam mengemban pangkat dan berbudi luhur…  Semoga doi begitu juga yaa…

Dan, Santoso…  Seinget gw nama ini dari Mbah Kakung/Mbah Jenggot –bokapnya nyokap– yang artinya orang yang kuat, gagah.  Entah sumbernya darimana, mungkin bapak atau ibu sendiri yang cerita.

Yang jelas… si adik sekarang udah jadi kesayangan keponakan-keponakannya, Jeanne dan Vanya!  Om Jatu… Om Jatu..!!  Hwehehee…  Seringkali handphone si Om jadi rebutan kedua keponakannya ini, buat mainan!  Tapi mereka semua simbiosis mutualisme kok…  Buktinya kalau si Om udah mulai pegang kamera, keponakannya udah langsung siap bergaya jadi model foto Om-nya…  Hahaha…!

Sehat-sehat ya, Om…  Sukses terus!  Tuhan selalu memberkati.


Selasa, 07 Mei 2013

rasa dan dosa


Cinta.
Adalah satu kata yang dapat menghubungkan ‘rasa’ dan ‘dosa’.
Jika mencintaimu adalah sebuah dosa, maka kamu adalah dosa terindah di dalam hidupku…  
Kita tidak bisa memilih ketika rasa cinta itu hadir, terhadap siapa pun, kapan pun, dimana pun… Tidak usah kau rencanakan hadirnya cinta, dia bisa datang sendiri, bahkan bisa menghilang sendiri seiring dengan berjalannya waktu…  –kaya jelangkung juga… datang tak diundang, pulang tak diantar… hiiyyy!–  Bagaimana rasanya jika cinta itu menghampiri?  Menggebu-gebu seperti deburan ombak yang siap menghanyutkan butiran pasir, seperti kita yang terbius dan terlena sehingga pikiran ini mengalahkan logika…  Sakit tak tertahankan menusuk kalbu karena merindu… Meluap-luap gembira seperti anak kecil yang mendapatkan hadiah yang diinginkannya… Ataukah, biasa saja?  Berusaha kita pendam, tutup rapat-rapat, agar tiada orang lain yang tau?  Mungkin karena kita ragu dengan perasaan cinta itu, atau karena tau tidak dapat kita raih, atau justru karena cinta itu terlarang!?

Ya.  Cinta yang terlarang dapat menimbulkan dosa. Lambat laun, cinta yang seperti ini dapat membuat kita menjadi dua sisi yang bertolak belakang. Cinta yang satu adalah realita, yang wajib kita pertahankan dalam keadaan senang maupun sedih, yang selalu merenggut diri kita dan melebur dalam pengorbanan tanpa syarat.  Cinta ini harus terwujud karena alasan manusia sebagai insan sosial, karena umur dan waktu, karena kejelasan status.  Cinta yang lainnya adalah fantasi. Mungkin cinta yang diidamkan namun tidak pernah terwujud, mungkin cinta yang selalu ditunggu hadirnya, mungkin cinta yang bersifat sesaat, sebentar saja.  Yang menyebabkan kita berharap waktu terulang kembali, menyesali cinta, dan berharap akan keajaiban tentang cinta. Seperti di negeri dongeng, di dimensi alam dan waktu yang lain. Seperti orang dengan dua kepribadian.

Dulu harapanku, cinta yang lainnya ini akan lenyap ketika menemui realita pernikahan!  Tapi ternyata tidak begitu adanya.  Dia bisa tiba-tiba datang kembali, bermunculan di depan mukaku, menari-nari di dalam benakku, menghancurkan semua rencana waktuku, bahkan memporak-porandakan seluruh isi hatiku..!!  Bisakah aku melanjutkan perjalanan hidupku dengan dua cinta ini? Haruskah aku meninggalkan salah satunya dan membunuh perasaanku sendiri? Bagaimana aku menata hati ini kembali? Bagaimana aku memperbaikinya jika suatu waktu nanti semua berbalik meninggalkanku di saat yang bersamaan? Bisakah mereka yang aku cintai memaafkan aku dan mau mengerti isi hatiku dan seluruh hidupku?

Berat, jika harus menentukan sikapku saat ini.  Egois, jika aku ingin mewujudkan semuanya.  Namun aku tidak bisa meninggalkan semua ini…  Jangan kasihani aku, aku tidak dalam keadaan sedih. Jangan salahkan rasa, namun maafkan aku karena dosa ini..!

MELAWAN ARAH & SENSOR RASA

Catatan dari Bapak Sony :

PENGALAMAN DI JALAN RAYA 

Tiga sepeda motor berjalan lambat sejajar di lajur kiri pada jalur tepat yang semestinya sepeda motor dilarang melewatinya dan sebuah mobil di lajur kanan juga dengan lambat. Di waktu siangpun mestinya (sejauh saya rasakan) bila ada kendaraan mengikuti rapat akan terasa risih (bisa terlihat di kaca spion) dan lebih baik segera memberi ruang agar segera mendahului demi keselamatan diri sendiri. Sungguh mengherankan bahwa kode lampu (jauh lebih sopan dari pada klakson) berkali-kali tak membuat 3 sepeda motor itu bergeser dan menyediakan ruang sedirkit padahal jalur yang mereka lalui bahkan muat untuk 2 mobil beriringan.

Hal-hal sederhana sering kali diabaikan, bila menjadi kebiasaan, hal semacam ini akan mematikan kepekaan rasa. Rasa adalah salah satu indera yang bila dilatih akan sangat memudahkan dan membantu untuk menempatkan diri pada posisi yg tepat dan aman. Kebenaran hampir selalu sulit didefinisikan. Kebanyakan orang akan merujuk pada kebenaran umum atau kebenaran mayoritas karena dianggap benar oleh mayoritas.

Pengalaman lainnya, ketika melintas di jalur satu arah mungkin bisa menggambarkannya. Suatu ketika saya pernah harus berhenti memberi jalan saat berpapasan dengan bagi dua orang pengendara sepeda motor yang berkendara melawan arus di jalur lambat satu arah, satu pengendara di sisi kiri dan satu pengendara di sisi kanan yang mana keduanya memilih mepet ke badan mobil untuk menghindari genangan air. Opsi berhenti lebih tepat karena saya tahu bahwa mereka merasa benar dan berhak menggunakan jalan.

Nekad berhadapan dengan orang-orang seperti itu jelas bukan hal yang menyenangkan, karena menurut pengalaman saya pernah mendapat ludah dari pengendara motor yang melawan arus.

Berdebat dengan orang-orang yang berperilaku seperti itu juga bukan solusi yang tepat karena tidak akan mencapai hasilnya dimana jelas-jelas mereka merasa diri paling benar. Perbuatan berani melawan arus dan meludahi orang sudah menyatakan bahwa diri mereka sebagai pihak yang paling benar.

PERILAKU YANG DIANGGAP NORMAL

Masyarakat sudah terbiasa dengan perilaku kekerasan, sebagaimana banyak suguhan hiburan berupa film dan cerita kekerasan. Kisah-kisah kepahlawanan digambarkan sebagai tindakan pembalasan terhadap lawan atau musuh. Nilai kepahlawanan diberikan untuk tindakan kekerasan berani melawan dan membela diri. Orang yang dianggap sebagai mengganggu kepentingan diri ditempatkan sebagai lawan/musuh. Bahkan pahlawan bagi agama dan Tuhanpun diberikan pada yang berani membela dengan kekerasan, baik secara verbal maupun secara fisik. Forum-forum diskusi seputar agama dan keyakinan di berbagai jejaring sosial secara jelas menunjukkan dukungan dan aksi perilaku kekerasan atas nama agama dan Tuhan.

Oleh karena itu kebenaran menurut mayoritas adalah jika mengikuti pola-pola umum kebenaran mayoritas seperti di atas; dan sebaliknya jika melawan arus kebenaran mayoritas akan dianggap bodoh, pengecut, tak punya nyali, pecundang atau bahkan gila.

SENSOR RASA

Kebiasaan yang sudah membudaya seperti mengabaikan tertib lalu lintas dan santun dalam tutur kata dan perilaku sangat memperlemah kesadaran hidup bersama. Keruwetan sering kali timbul hanya karena pengabaian hal-hal sederhana. Pola hidup merepresentasikan aspek kejiwaan yang terkait erat dengan aspek spiritual, dimana sesungguhnya daya hidup (spirit/roh hidup) ditampakkan melalui kesadaran kejiwaan dan berperilaku sebagai ujud nyata jiwa bertuhan atau memiliki kedekatan hubungan dengan Tuhan.

Bila hal-hal sederhana sering kali diabaikan dan menjadi kebiasaan, hal semacam ini akan mematikan kepekaan rasa. Rasa adalah salah satu indera yang bila dilatih akan sangat memudahkan dan membantu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat dan aman, sebagai bagian yang sering disebut sebagai "intuisi". Intuisi ini seolah merupakan sensor ajaib yang akan memandu untuk menjalani kehidupan dengan cara-cara tepat sehingga seseorang disebut hidupnya diberkati Tuhan.

Tambahan Catatan dariku :

Menurut referensi, ada 3 (tiga) unsur penting berkendara aman/di jalan, meliputi :
1) SKILL atau ketrampilan berkendara
2) RULES yakni terkait dengan peraturan lalu lintas (patuh)
3) ATTITUDE yaitu perilaku dalam berkendara

Senangnya apabila semua pengguna jalan (pengendara, pengguna angkutan umum, pejalan kaki) memiliki skill yang layak/baik, mematuhi setiap rambu-rambu lalu lintas dan berperilaku yang baik/pantas dengan menghargai hak pengguna jalan lainnya. Aman dan nyaman di jalan, peluang terjadinya kecelakaan kecil...

Namun ternyata ada juga pengendara, baik motor maupun mobil, dengan skill pas-pasan tapi tetap mematuhi setiap peraturan di jalan dan berperilaku yang wajar di jalan. Hal ini bisa kita sikapi dengan lebih bersabar, mungkin mereka terlalu hati-hati sehingga cenderung lambat atau ragu-ragu bahkan takut.

Parahnya, banyak pengendara juga dengan skill pas-pasan malah cuek, tidak patuh dengan peraturan lalu lintas, berperilaku seenaknya, ugal-ugalan, tidak menghargai hak pengguna jalan lain (mis. mengendarai motor di trotoar). Masa bodo! Yang lebih mengherankan, kendatipun kita tau hal itu tidak benar, kita tidak berpegang pada prinsip kita yang baik... Bukannya mengingatkan, malah ikut-ikutan. Menyedihkan!

Jadi, mari kita instropeksi sendiri dulu, kita termasuk dalam kelompok 'habit' yang mana? 
SKILL yang kurang/pas-pasan pasti terus berkembang seiring dengan pengalaman yang bertambah dan waktu yang berjalan...
RULES, cari referensi, pelajari dengan benar arti setiap rambu-rambu lalu lintas yang ada kemudian aplikasikan dengan taat peraturan berlalu lintas. Rambu-rambu ini dibuat sebagai 'tools' yang mempermudah, memperlancar...
Yang penting lagi, perbaiki ATTITUDE kita yang kurang baik! Lebih sabar dalam berkendara, tetap pada antrian di lajur kita, jangan menggunakan handphone saat berkendara... Apabila kita pahami semua maksudnya, pasti kita setuju kalau semua ini tujuannya baik...

"Biasakan yang BENAR, jangan membenarkan yang BIASA...karena yang BISA dan MAU Anda lakukan belum tentu BENAR..!!"
(Segitiga Road Safety Association : skill-rules-attitude)


Sumber dan referensi :
Sony H. Waluyo, 5 dan 6 Mei 2013 on Facebook
Road Safety Association (RSA)