Selasa, 07 Mei 2013

MELAWAN ARAH & SENSOR RASA

Catatan dari Bapak Sony :

PENGALAMAN DI JALAN RAYA 

Tiga sepeda motor berjalan lambat sejajar di lajur kiri pada jalur tepat yang semestinya sepeda motor dilarang melewatinya dan sebuah mobil di lajur kanan juga dengan lambat. Di waktu siangpun mestinya (sejauh saya rasakan) bila ada kendaraan mengikuti rapat akan terasa risih (bisa terlihat di kaca spion) dan lebih baik segera memberi ruang agar segera mendahului demi keselamatan diri sendiri. Sungguh mengherankan bahwa kode lampu (jauh lebih sopan dari pada klakson) berkali-kali tak membuat 3 sepeda motor itu bergeser dan menyediakan ruang sedirkit padahal jalur yang mereka lalui bahkan muat untuk 2 mobil beriringan.

Hal-hal sederhana sering kali diabaikan, bila menjadi kebiasaan, hal semacam ini akan mematikan kepekaan rasa. Rasa adalah salah satu indera yang bila dilatih akan sangat memudahkan dan membantu untuk menempatkan diri pada posisi yg tepat dan aman. Kebenaran hampir selalu sulit didefinisikan. Kebanyakan orang akan merujuk pada kebenaran umum atau kebenaran mayoritas karena dianggap benar oleh mayoritas.

Pengalaman lainnya, ketika melintas di jalur satu arah mungkin bisa menggambarkannya. Suatu ketika saya pernah harus berhenti memberi jalan saat berpapasan dengan bagi dua orang pengendara sepeda motor yang berkendara melawan arus di jalur lambat satu arah, satu pengendara di sisi kiri dan satu pengendara di sisi kanan yang mana keduanya memilih mepet ke badan mobil untuk menghindari genangan air. Opsi berhenti lebih tepat karena saya tahu bahwa mereka merasa benar dan berhak menggunakan jalan.

Nekad berhadapan dengan orang-orang seperti itu jelas bukan hal yang menyenangkan, karena menurut pengalaman saya pernah mendapat ludah dari pengendara motor yang melawan arus.

Berdebat dengan orang-orang yang berperilaku seperti itu juga bukan solusi yang tepat karena tidak akan mencapai hasilnya dimana jelas-jelas mereka merasa diri paling benar. Perbuatan berani melawan arus dan meludahi orang sudah menyatakan bahwa diri mereka sebagai pihak yang paling benar.

PERILAKU YANG DIANGGAP NORMAL

Masyarakat sudah terbiasa dengan perilaku kekerasan, sebagaimana banyak suguhan hiburan berupa film dan cerita kekerasan. Kisah-kisah kepahlawanan digambarkan sebagai tindakan pembalasan terhadap lawan atau musuh. Nilai kepahlawanan diberikan untuk tindakan kekerasan berani melawan dan membela diri. Orang yang dianggap sebagai mengganggu kepentingan diri ditempatkan sebagai lawan/musuh. Bahkan pahlawan bagi agama dan Tuhanpun diberikan pada yang berani membela dengan kekerasan, baik secara verbal maupun secara fisik. Forum-forum diskusi seputar agama dan keyakinan di berbagai jejaring sosial secara jelas menunjukkan dukungan dan aksi perilaku kekerasan atas nama agama dan Tuhan.

Oleh karena itu kebenaran menurut mayoritas adalah jika mengikuti pola-pola umum kebenaran mayoritas seperti di atas; dan sebaliknya jika melawan arus kebenaran mayoritas akan dianggap bodoh, pengecut, tak punya nyali, pecundang atau bahkan gila.

SENSOR RASA

Kebiasaan yang sudah membudaya seperti mengabaikan tertib lalu lintas dan santun dalam tutur kata dan perilaku sangat memperlemah kesadaran hidup bersama. Keruwetan sering kali timbul hanya karena pengabaian hal-hal sederhana. Pola hidup merepresentasikan aspek kejiwaan yang terkait erat dengan aspek spiritual, dimana sesungguhnya daya hidup (spirit/roh hidup) ditampakkan melalui kesadaran kejiwaan dan berperilaku sebagai ujud nyata jiwa bertuhan atau memiliki kedekatan hubungan dengan Tuhan.

Bila hal-hal sederhana sering kali diabaikan dan menjadi kebiasaan, hal semacam ini akan mematikan kepekaan rasa. Rasa adalah salah satu indera yang bila dilatih akan sangat memudahkan dan membantu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat dan aman, sebagai bagian yang sering disebut sebagai "intuisi". Intuisi ini seolah merupakan sensor ajaib yang akan memandu untuk menjalani kehidupan dengan cara-cara tepat sehingga seseorang disebut hidupnya diberkati Tuhan.

Tambahan Catatan dariku :

Menurut referensi, ada 3 (tiga) unsur penting berkendara aman/di jalan, meliputi :
1) SKILL atau ketrampilan berkendara
2) RULES yakni terkait dengan peraturan lalu lintas (patuh)
3) ATTITUDE yaitu perilaku dalam berkendara

Senangnya apabila semua pengguna jalan (pengendara, pengguna angkutan umum, pejalan kaki) memiliki skill yang layak/baik, mematuhi setiap rambu-rambu lalu lintas dan berperilaku yang baik/pantas dengan menghargai hak pengguna jalan lainnya. Aman dan nyaman di jalan, peluang terjadinya kecelakaan kecil...

Namun ternyata ada juga pengendara, baik motor maupun mobil, dengan skill pas-pasan tapi tetap mematuhi setiap peraturan di jalan dan berperilaku yang wajar di jalan. Hal ini bisa kita sikapi dengan lebih bersabar, mungkin mereka terlalu hati-hati sehingga cenderung lambat atau ragu-ragu bahkan takut.

Parahnya, banyak pengendara juga dengan skill pas-pasan malah cuek, tidak patuh dengan peraturan lalu lintas, berperilaku seenaknya, ugal-ugalan, tidak menghargai hak pengguna jalan lain (mis. mengendarai motor di trotoar). Masa bodo! Yang lebih mengherankan, kendatipun kita tau hal itu tidak benar, kita tidak berpegang pada prinsip kita yang baik... Bukannya mengingatkan, malah ikut-ikutan. Menyedihkan!

Jadi, mari kita instropeksi sendiri dulu, kita termasuk dalam kelompok 'habit' yang mana? 
SKILL yang kurang/pas-pasan pasti terus berkembang seiring dengan pengalaman yang bertambah dan waktu yang berjalan...
RULES, cari referensi, pelajari dengan benar arti setiap rambu-rambu lalu lintas yang ada kemudian aplikasikan dengan taat peraturan berlalu lintas. Rambu-rambu ini dibuat sebagai 'tools' yang mempermudah, memperlancar...
Yang penting lagi, perbaiki ATTITUDE kita yang kurang baik! Lebih sabar dalam berkendara, tetap pada antrian di lajur kita, jangan menggunakan handphone saat berkendara... Apabila kita pahami semua maksudnya, pasti kita setuju kalau semua ini tujuannya baik...

"Biasakan yang BENAR, jangan membenarkan yang BIASA...karena yang BISA dan MAU Anda lakukan belum tentu BENAR..!!"
(Segitiga Road Safety Association : skill-rules-attitude)


Sumber dan referensi :
Sony H. Waluyo, 5 dan 6 Mei 2013 on Facebook
Road Safety Association (RSA)


Tidak ada komentar: